life. art. crazy mind. whatever

Minggu, 02 Oktober 2011

Kegagalan Pendidikan Pancasila Terlalu Dini

Isu-isu nasionalisme kini sering mencuat lagi dengan ramainya kasus-kasus politik dan ekonomi yang mengusik ketenangan bangsa, khususnya kalangan akademis nasionalis bangsa. Kasus-kasus pertahanan, pencurian budaya, dan isu perdagangan bebas ACFTA menjadi isu besar yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini.
Perlu ditelaah lebih jauh, nasionalisme bukan sekedar mencintai negeri, menyanyikan lagu-lagu nasional saat upacara-upacara perayaan tertentu, bukan sekedar orasi-orasi kosong yang mengatas namakan rakyat dan nasionalisme. Nasionalisme adalah kebersamaan, keadilan, persatuan, dan kemanusiaan. Nasionalisme adalah Pancasila.
Pendidikan Pancasila merupakan salah-satu pendidikan yang dianggap penting di sistem pendidikan Indonesia. Dari Taman Kanak-Kanak hingga Perguruan Tinggi, civitas akademika Indonesia tidak lepas dari pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Melihat betapa seringnya Pancasila dibahas dalam dunia pendidikan, muncul sebuah paradoks bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak Pancasilais. Mengapa?
Perkembangan Kognitif Anak-Anak
Menurut teori perkembangan manusia (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009), seorang individu (manusia) mengalami perkembangan baik dari segi fisik, kognitif, maupun psikososial. Seorang individu berkembang dari tidak mengetahui apa-apa, menjadi tahu sesuai dengan tingkat kognitif serta pengetahuannya dari waktu ke waktu. Seorang ahli psikologi bernama Jean Piaget (dalam Papalia,Olds, & Feldman, 2009) merumuskan perkembangan ke dalam empat tahap. Tahap yang akan kita telaah sehubungan dengan pendidikan awal adalah tahap preoperational stage, yaitu usia dua sampai tujuh tahun, atau seusia Taman Kanak-Kanak sampai awal Sekolah Dasar.
Pada tahap ini, seorang anak belum dapat memahami kejadian berdasarkan hukum sebab-akibat. Pola pikir anak masih berdasarkan transduction, atau menghubungkan dua kejadian yang berlangsung hampir bersamaan walau tidak memiliki hubungan sama sekali. Anak pada tahap ini juga masih memiliki egosentrisme yang besar. Egosentrisme adalah ketidakmampuan dalam memposisikan dirinya sebagai orang lain. Segala sesuatu diukur dari sudut pandang sendiri. Anak preoperational stage terkadang masih mengalami kebingungan dalam membedakan benda mati dan benda hidup. Kemampuan perbendaharaan anak juga masih sedikit. (Papalia, Olds, Feldman, 2009).
Dengan tingkat kognitif anak-anak yang masih sangat sederhana, pembelajaran Pancasila yang ditanamkan terlalu dini hanya dihafalkan oleh kemampuan memori anak-anak tersebut tanpa pemahaman yang matang. Penanaman yang terlalu dini dan proses penghafalan tanpa pemahaman akan mematikan keingintahuan, sehingga individu menjadi acuh tak acuh terhadap pendidikan pacasila di tingkat selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar