life. art. crazy mind. whatever

Jumat, 04 November 2011

Bukan Bodoh


Pernah menemukan anak yang mengalami kesulitan dalam membaca? Menulis? Atau berhitung? Apakah ada anak-anak tersebut di lingkungan anda? Di dalam dunia sains, fenomena ini dinamakan learning disability. Learning disability berbeda dengan mental retardation atau sekarang disebut sebagai intelligence disability. Anak-anak dengan LD memiliki kemampuan inteligensi yang adekuat. Mereka hanya tidak mampu mengolah beberapa stimulus dari luar sehingga terjadi pergeseran persepsi. Sedihnya, anak-anak LD ini seringkali dianggap bodoh karena nilai akademis mereka di bawah rata-rata teman sebayanya. LD dapat dimiliki seorang anak karena faktor hereditas, kerusakan otak, ketidakseimbangan zat kimia dalam tubuh, dan faktor lingkungan. (Jack & Harwell, 2008).
Dyslexia atau disleksia adalah istilah untuk anak-anak yang mengalami gangguan kesulitan membaca. Peneliti menemukan bahwa 90% anak-anak mengalami kesulitan dalam proses belajar karena sulit membaca. (Kavale & Forness, 2000). International Dyslexia Association mendefinisikan disleksia sebagai kesulitan belajar yang spesifik yang penyebabnya adalah neurobiologis. Penderita ini memiliki karakter yaitu kesulitan dalam mengenali huruf-huruf dan kemampuan mengeja dan membaca sandi yang buruk. Torgesen dan Wagner (dalam Harwell & Jackson, 2008) menemukan bahwa anak-anak dengan disleksia mengalami kesulitan dalam menginterpretasi kata-kata. Hal ini disebabkan oleh disfungsi pada kemampuan mengenali fonem-fonem. Anak-anak normal seharusnya dapat melakukan tiga hal berikut:
• Memanipulasi huruf-huruf untuk membentuk kata. (contoh: be-o-be-o-ka sama dengan bobok)
• Membedakan huruf yang ada di tengah, depan, dan belakang. (contoh: huruf pertama dari kata “buku” adalah “b”)
• Memecah kata ke dalam bunyi huruf (contoh: tulis menjadi te-u-el-i-es)
• Memanipulasi huruf dalam kata (contoh: jika huruf “b” dalam kata “burung” diganti dengan “k” hasilnya menjadi “kurung”)
Dysgraphia adalah kesulitan belajar yang melibatkan kesulitan dalam menulis. (Santrock, 2011). Anak-anak dengan dysgraphia ini memiliki kemampuan yang buruk dalam ekspresi menulis seperti perbendaharaan kata, tata bahasa, pungtuasi, dan mengeja. Anak-anak ini membutuhkan kerja yang lebih berat untuk menulis dibandingkan dengan anak-anak lainnya. (Harwell & Jackson, 2008). Studi terbaru menemukan bahwa anak laki-laki lebih banyak menderita dysgraphia daripada perempuan. (Santrock, 2008).
Rykhlevskaia, dkk (dalam Santrock, 2008) mendefinisikan dyscalculia atau developmental arithmetic disorder sebagi kesulitan belajar yang melibatkan kesulitan dalam menghitung matematika. Anak-anak ini memiliki keterbatasan dalam mengulang angka-angka dan menyelesaikan soal-soal matematika. Shalev (dalam Santrock, 2008) menemukan bahwa anak-anak dyscalculia seringkali memiliki kemampuan kognitif dan neuropsikologis yang rendah, termasuk seperti kemampuan working memory, persepsi visual, dan kemampuan visuospasial yang buruk.
Selain ketiga di atas, beberapa anak kesulitan belajar mengalami gangguan hiperaktif. Anak-anak hiperaktif ini sulit untuk memberikan atensi pada satu hal serta atensinya mudah sekali terpecah oleh suatu hal. Gangguan ini dinamakan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Tiga karakteristik utama ADHD adalah inatensi, hiperaktif, dan impulsif. (Santrock, 2008).
Kasus-kasus kesulitan belajar di atas seringkali membawa anak-anak dalam masalah perilaku dan kepercayaan diri yang rendah. Seringkali mereka mengalami isolasi oleh teman-temannya dan dianggap bodoh. anak-anak dengan gangguan seharusnya dibina seusai dengan kemampuannya. Guru-guru yang menangani anak-anak yang memiliki learning disability diharapkan untuk sangat sabar dan jangan berpatok pada kekurangan sang anak, namun menggali apakah yang dapat dilakukan oleh anak tersebut.