life. art. crazy mind. whatever

Selasa, 11 Desember 2012

Moral, Agama, dan Pendidikan

Akhir-akhir ini banyak sekali orang berbicara tentang moral. Mulai dari kaum agamawan hingga para akademisi, mulai dari masyarakat hingga anggota dewan yang terhormat. Sebenarnya siapakah moral itu? Dari manakah lahirnya?
Moral berasal dari bahasa latin, mores yang artinya adalah tata cara, kebiasaan, dan adat. Untuk itu, nilai-nilai moral sangat subjektif tergantung tempat di mana nilai-nilai moral itu berkembang. So, dari manakah moral itu berkembang? Moral berkembang seiring dengan perkembangan usia, perasaan, dan perilaku manusia. perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal (nilai-nilai dasar seseorang dan kesadaran akan diri), serta dimensi interpersonal (apa yang seseorang harus lakukan bila berinteraksi dengan orang lain). (King, 2008).
Jika berbicara perkembangan, maka kita harus merujuk pada dua buah kutub dalam perkembangan, yaitu nature dan nurture. Segala sistem kognitif dan persepsi yang ada di dalam otak kita sekarang adalah hasil dari perpaduan perkembangan secara biologis di dalam otak, serta bentukan dari interaksi kita dengan lingkungan. Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg membuat studi untuk menemukan konsep perkembangan moral tersebut. Pada tahun 1958, Kohlberg memulai studinya mengenai moral dengan membuat 11 buah cerita dilematis, dan menanyakan pendapat mengenai cerita tersebut kepada anak-anak, remaja, dan orang-orang dewasa. (King, 2008).
Dari hasil penelitian, Kohlberg akhirnya merumuskan 3 buah level moral. Masing-masing level tersebut memiliki 2 tingkatan, sehingga seluruhnya ada 6 buah tingkatan moral.
Yang pertama adalah level 1 yang disebut sebagai preconventional level. Pada tingkat ini, moral ditentukan oleh sistem reward (stage 1) dan punishment (stage 2). Jadi, seseorang melakukan tindakan moral berdasarkan untuk mendapatkan hadiah atau menghindari hukuman. (King, 2008). Replika paling tepat untuk sistem moral ini adalah sistem moral para agamawan mengenai surga dan neraka. Manusia melakukan tindakan berdasarkan keinginan untuk masuk surga dan takut untuk masuk neraka.
Yang kedua adalah level 2 atau disebut dengan conventional level. Pada stage 3 level ini, seseorang melakukan tindakan moral berdasarkan ajaran-ajaran yang diajarkan oleh keluarga di rumah. Pada tingkatan ini, biasanya seorang anak banyak berbicara mengenai kata mama, kata papa, kata kakak, atau kata pembantunya (anak-anak sekarang lebih dekat dengan pembantu dibandingkan orangtuanya). Stage 4 pada level ini berkembang dari nilai-nilai moral dalam keluarga menjadi nilai-nilai moral di lingkungan setempat. Ketika anak telah menjabarkan pergaulannya ke luar seperti sekolah dan lingkungan rumah, mereka belajar mengenai hukum, hak, dan kewajiban. Sistem moral seperti ini diterapkan dalam pendidikan yaitu Pendidikan Kewarganegaraan atau PPKn atau PKn dalam sekolah-sekolah.
Yang terakhir adalah level 3 atau postconventional. Ini adalah tingkatan moral yang paling tinggi. Pada tingkatan ini, seseorang telah mempertimbangkan mengenai nilai-nilai kemanusiaan. Stage 5 pada level ini adalah mirip seperti tahap adaptasi, seseorang mulai mempertimbangkan mengenai nilai-nilai kemanusiaan terhadap hukum yang diterapkan oleh negara dan lingkungan. Pada stage 6 yaitu tingkatan yang terakhir, seseorang menentukan moral berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Ketika dihadapkan pada sebuah dilema, individu tersebut akan mempertimbangkan dari segala sisi, seperti hukum, kesadaran, dan hak-hak pribadi. Nilai-nilai kemanusiaan ini akan berkembang dengan sendirinya seiring individu tersebut dewasa, tentunya dengan bantuan interaksi antara lingkungan dan pendidikan yang tepat dan objektif.
Menurut artikel Kompas pada tanggal 5 Desember 2012, pada tahun 2013 akan diadakan penambahan pendidikan agama untuk memperkuat karakter siswa. Padahal sistem moral yang diajarkan oleh agama ada pada tingkatan paling bawah, yaitu level 1, stage 1 dan 2. Jadi, mau dibawa ke manakah moral bangsa Indonesia? Silakan anda sendiri yang menilai.